Regalia News — Sejumlah pedagang kaki lima di kawasan Pasar Bintan Centre (Bincen), Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, menyampaikan jeritan hati mereka melalui sebuah surat terbuka yang ditujukan kepada Wali Kota dan Wakil Wali Kota, anggota DPRD, serta pejabat Pemerintah Kota Tanjungpinang.
Surat yang kini viral di kalangan warga dan media sosial itu berisi permohonan tulus agar mereka tidak digusur dari lokasi tempat mereka biasa berjualan, para pedagang menolak dipindahkan ke pasar milik pengusaha swasta, karena selain biaya sewa dianggap terlalu tinggi, fasilitas yang tersedia juga dinilai tidak memadai.
“Kami hanya ingin diberi ruang berjualan di trotoar Bincen dari jam 05.00 sampai 10.00 WIB. Setelah itu, kami akan bersihkan sendiri bekas lapak kami, kami siap membayar retribusi sampah Rp5.000 sampai Rp10.000 per hari,” tulis perwakilan pedagang dalam surat yang diterima Ulasan.co, Jumat (1/8/2025).
Dalam surat yang ditulis dengan penuh kesederhanaan dan kejujuran itu, para pedagang menggambarkan perjuangan mereka yang dimulai sejak subuh demi menyambung hidup dan menghidupi keluarga.
Namun, harapan itu pupus saat Satpol PP Tanjungpinang melakukan penertiban sekitar pukul 07.30 WIB, barang dagangan mereka dibongkar paksa, bahkan mereka mengaku dibentak karena dianggap melanggar aturan.
“Kami ketakutan, pontang-panting menyelamatkan jualan kami, Pak Wali, kami tidak paham hukum, yang kami tahu kami hanya mencari makan untuk anak dan istri,” tulis mereka.
Para pedagang menegaskan bahwa mereka tidak menolak relokasi, namun meminta solusi yang lebih manusiawi dan sesuai dengan kemampuan ekonomi mereka, mereka berharap pemerintah menyediakan pasar yang benar-benar terjangkau dan layak sebagai tempat berdagang.
Berikut tiga poin utama yang menjadi tuntutan mereka:
- Penyediaan pasar atau lapak khusus bagi pedagang kecil.
- Pembinaan dan perlindungan hukum bagi pedagang kecil agar bisa berdagang secara tertib dan legal.
- Kesempatan berjualan di trotoar Bincen dari pukul 05.00–10.00 WIB, dengan komitmen menjaga kebersihan dan membayar retribusi sampah harian.
Surat itu ditutup dengan nada penuh harap, namun tetap sopan, meski dibalut rasa kecewa dan keputusasaan, mereka menyatakan bahwa mereka bukan bermaksud melawan aturan, melainkan hanya ingin diberikan ruang untuk bertahan hidup.
“Kami tahu ini bisa saja melanggar Perda K3 atau aturan lainnya, tapi kami percaya, Bapak Wali Kota adalah pemimpin kami yang bisa mencarikan solusi untuk kami, warga kecil ini,” tutup mereka.
Para pedagang berharap Wali Kota Tanjungpinang, Lis Darmansyah, dapat segera merespons dengan bijak, sebab, perjuangan mereka bukan untuk mencari kekayaan, melainkan demi masa depan anak-anak agar tetap bisa bersekolah dan memiliki harapan hidup yang lebih baik.
Editor : Abdullah
Penulis : Yatak