Regalia News – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui tugas Koordinasi dan Supervisi mengungkap potensi penyimpangan serius dalam tata kelola dana hibah di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Temuan ini menjadi bagian dari integrasi strategi pencegahan dan penindakan korupsi yang kini juga tengah menyasar kasus dugaan korupsi hibah kepada kelompok masyarakat (pokmas) di provinsi tersebut.
Dalam periode 2023 hingga 2025, dana hibah dari APBD Jawa Timur tercatat mencapai Rp12,47 triliun. Dana ini disalurkan kepada lebih dari 20.000 lembaga penerima di berbagai sektor strategis, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pemberdayaan masyarakat.
Namun, hasil evaluasi KPK menunjukkan lemahnya transparansi, pengawasan, serta tumpang tindih regulasi membuka ruang penyimpangan. Salah satu temuan mencolok adalah adanya 757 rekening yang terindikasi fiktif atau ganda, dengan kesamaan identitas seperti nama, tanda tangan, dan NIK.
KPK juga menyoroti praktik “pengaturan jatah” oleh oknum pimpinan DPRD yang diduga mengarahkan dana hibah secara tidak wajar saat pembahasan anggaran. Bahkan, ditemukan pemotongan dana hibah hingga 30% oleh oknum koordinator lapangan—20% diduga untuk “ijon” anggota DPRD dan 10% menjadi keuntungan pribadi.
Selain itu, terdapat 133 lembaga penerima hibah yang menyimpang dari peruntukannya, menyebabkan kerugian negara sebesar Rp2,9 miliar. Dari jumlah tersebut, Rp1,3 miliar belum dikembalikan.
KPK juga menilai mekanisme pencairan dana hibah melalui Bank Jatim selaku pengelola Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) belum memadai. Penyaluran masih dilakukan seperti transaksi biasa tanpa verifikasi ketat, memperbesar risiko penyalahgunaan.
KPK Rekomendasikan Reformasi Tata Kelola Hibah
Menanggapi persoalan ini, KPK menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada Pemprov Jatim, antara lain:
- Penajaman tujuan hibah agar sejalan dengan program prioritas daerah.
- Penetapan kriteria penerima yang lebih selektif dan terukur.
- Transparansi dalam verifikasi dan seleksi penerima.
- Pembangunan database terintegrasi antar kabupaten/kota, provinsi, dan pusat.
- Digitalisasi sistem hibah yang dapat diakses publik secara real time.
- Penguatan pengawasan dan pelibatan masyarakat melalui kanal pengaduan publik.
- Kolaborasi dengan Bank RKUD untuk memperbaiki sistem pencairan dana secara akuntabel.
Lebih luas, KPK juga mendorong perumusan regulasi nasional terkait porsi hibah dalam APBD, kriteria penerima, serta penyusunan data tunggal berbasis NIK. Selain itu, KPK akan mendorong pengembangan platform digital hibah terintegrasi lintas instansi pusat dan daerah.
“Hibah daerah harus menjadi instrumen pembangunan yang bersih, tepat sasaran, dan memberi dampak nyata bagi masyarakat,” tegas KPK dalam keterangan resminya. Reformasi tata kelola hibah di Jawa Timur diharapkan menjadi model bagi provinsi lain dalam membangun sistem pemerintahan yang berintegritas.
Sumber : KPK RI