Regalia News – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri berhasil mengungkap praktik penambangan ilegal batu bara di kawasan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Kalimantan Timur, yang masuk wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN). Dalam kasus ini, polisi menetapkan tiga tersangka dan menyita 351 kontainer batu bara serta sejumlah alat bukti lainnya.
Pengungkapan kasus bermula dari laporan masyarakat mengenai aktivitas pemuatan batu bara dalam karung yang dimasukkan ke dalam kontainer dan dikirim menggunakan kapal dari Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT) Balikpapan menuju Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
“Tim penyelidik melakukan surveilans pada 23 hingga 27 Juni 2025. Diketahui batu bara tersebut berasal dari penambangan ilegal di Tahura Bukit Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara,” ungkap Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Nunung Syaifuddin, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (17/7/2025).
18 Saksi Diperiksa, Tiga Tersangka Ditahan
Selama proses penyidikan, polisi telah memeriksa 18 saksi dari berbagai pihak, termasuk KSOP Kelas I Balikpapan, pengelola Pelabuhan KKT, agen pelayaran, pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) dan Izin Pengangkutan dan Penjualan (IPP), penambang, perusahaan transportasi, serta ahli dari Kementerian ESDM.
Dari hasil gelar perkara pada Jumat (11/7/2025), penyidik menetapkan tiga tersangka. Dua di antaranya, YH (penjual batu bara ilegal) dan CH (pembantu YH), telah ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri sejak 14 Juli 2025. Sementara satu tersangka lain, MH, yang diduga berperan sebagai pembeli dan penjual batu bara ilegal, akan segera dipanggil penyidik.
351 Kontainer Disita, Diduga Gunakan Dokumen Palsu
Polri menyita total 351 kontainer berisi batu bara. Sebanyak 248 kontainer disita di Depo Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, dan 103 kontainer lainnya masih dalam pemeriksaan di Pelabuhan KKT Balikpapan. Selain itu, turut diamankan tujuh unit alat berat dan berbagai dokumen pendukung, seperti surat keterangan asal barang, dokumen IUP OP, dan izin pengangkutan.
Menurut Brigjen Nunung, modus para pelaku yakni membeli batu bara hasil tambang ilegal, lalu mengemasnya dalam karung dan memasukkannya ke kontainer. Setelah sampai di pelabuhan, kontainer tersebut dilengkapi dengan dokumen resmi dari perusahaan pemilik IUP seolah-olah batu bara berasal dari tambang legal.
Dijerat UU Minerba dan Terancam TPPU
Atas perbuatannya, YH dan CH dijerat dengan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, dengan ancaman pidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar. Tersangka MH juga dijerat pasal yang sama.
Brigjen Nunung menegaskan penyidikan akan terus dikembangkan untuk mengungkap pihak lain yang terlibat, termasuk pemberi dokumen IUP, pihak penambang, maupun aktor di balik pemalsuan dokumen.
“Kasus ini menjadi atensi publik dan pimpinan. Kami juga akan menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), karena aktivitas ilegal ini sudah berlangsung cukup lama,” tegasnya.
Sumber : Humas Polri